Mendikbud Jawab Surat Terbuka tentang Guru Honorer Maman Supratman
Jakarta, Kemendikbud --- Nama Maman Supratman beberapa hari belakangan ini mencuat di media sosial. Ia adalah guru honorer aktif selama 40 tahun asal Bekasi yang berusia 75 tahun. Nama tersebut muncul dalam surat yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh setiap tanggal 25 November.
Dalam surat itu disebutkan, sebagai guru honorer, Maman mengabdi dengan penuh kesetiaan dan loyal mengajar di sekolah negeri tanpa mengeluh. Bahkan Maman dianggap mampu mengilhami rekan guru lainnya yang lebih muda dari usianya. Pria ini juga masih berprestasi hingga saat ini, di antaranya melestarikan angklung dan kesenian tradisional lainnya. Penulis surat meminta kepada Mendikbud agar Maman mendapatkan penghargaan sebagai guru mulya.
Menjawab surat tersebut, Mendikbud mengatakan, kini saatnya mengubah cara pandang masyarakat terhadap guru. “Kita harus melihat guru sebagai profesi yang mulia. Terlepas dari berbagai macam persoalan yang meliputi guru, kita harus menjadikan mereka sebagai orang-orang penting. VIP-kan guru-guru kita!” tegas Mendikbud dalam acara Silaturahim dengan Kepala Dinas Pendidikan Seluruh Indonesia di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbud, Jakarta, Senin (1/12).
Menurut Mendikbud, tugas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan guru. Sementara tanggung jawab masyarakat adalah menurunkan pengeluaran guru. Jika kedua hal ini sama-sama dilakukan, maka guru akan semakin sejahtera. “Ajak seluruh masyarakat menurunkan biaya. Beri diskon kepada guru,” tuturnya.
Mendikbud memberikan contoh partisipasi masyarakat yang menurunkan biaya pengeluaran guru. Contoh itu datang dari sebuah bengkel kecil di Yogyakarta yang sempat ia kunjungi beberapa hari yang lalu. “Bengkel ini memberikan diskon 50 persen untuk jasa dan 15 persen untuk suku cadang khusus untuk guru,” katanya.
Dalam bahan paparannya di hadapan perwakilan pemerintah daerah yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan, Mendikbud mengingatkan agar semua pihak melepaskan guru dari semua kepentingan politik praktis, baik di pusat maupun di daerah. Mantan Rektor Universitas Paramadina ini kembali menegaskan agar tidak memandang masalah pendidikan sebagai tugas pemerintah semata. Pendidikan harus menjadi tanggung jawab semua orang dan jika ini dilakukan, maka efeknya akan sangat luar biasa. “Peraturan memang mudah dibuat, namun akan lebih dahsyat jika itu adalah datang dari panggilan hati semua orang yang sudah merasakan manfaat pendidikan di Indonesia,” kata Mendikbud. (Ratih Anbarini/sumber: portal kemdikbud/pengunggah: Erika Hutapea)
Jakarta, Kemendikbud --- Nama Maman Supratman beberapa hari belakangan ini mencuat di media sosial. Ia adalah guru honorer aktif selama 40 tahun asal Bekasi yang berusia 75 tahun. Nama tersebut muncul dalam surat yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh setiap tanggal 25 November.
Dalam surat itu disebutkan, sebagai guru honorer, Maman mengabdi dengan penuh kesetiaan dan loyal mengajar di sekolah negeri tanpa mengeluh. Bahkan Maman dianggap mampu mengilhami rekan guru lainnya yang lebih muda dari usianya. Pria ini juga masih berprestasi hingga saat ini, di antaranya melestarikan angklung dan kesenian tradisional lainnya. Penulis surat meminta kepada Mendikbud agar Maman mendapatkan penghargaan sebagai guru mulya.
Menjawab surat tersebut, Mendikbud mengatakan, kini saatnya mengubah cara pandang masyarakat terhadap guru. “Kita harus melihat guru sebagai profesi yang mulia. Terlepas dari berbagai macam persoalan yang meliputi guru, kita harus menjadikan mereka sebagai orang-orang penting. VIP-kan guru-guru kita!” tegas Mendikbud dalam acara Silaturahim dengan Kepala Dinas Pendidikan Seluruh Indonesia di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbud, Jakarta, Senin (1/12).
Menurut Mendikbud, tugas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan guru. Sementara tanggung jawab masyarakat adalah menurunkan pengeluaran guru. Jika kedua hal ini sama-sama dilakukan, maka guru akan semakin sejahtera. “Ajak seluruh masyarakat menurunkan biaya. Beri diskon kepada guru,” tuturnya.
Mendikbud memberikan contoh partisipasi masyarakat yang menurunkan biaya pengeluaran guru. Contoh itu datang dari sebuah bengkel kecil di Yogyakarta yang sempat ia kunjungi beberapa hari yang lalu. “Bengkel ini memberikan diskon 50 persen untuk jasa dan 15 persen untuk suku cadang khusus untuk guru,” katanya.
Dalam bahan paparannya di hadapan perwakilan pemerintah daerah yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan, Mendikbud mengingatkan agar semua pihak melepaskan guru dari semua kepentingan politik praktis, baik di pusat maupun di daerah. Mantan Rektor Universitas Paramadina ini kembali menegaskan agar tidak memandang masalah pendidikan sebagai tugas pemerintah semata. Pendidikan harus menjadi tanggung jawab semua orang dan jika ini dilakukan, maka efeknya akan sangat luar biasa. “Peraturan memang mudah dibuat, namun akan lebih dahsyat jika itu adalah datang dari panggilan hati semua orang yang sudah merasakan manfaat pendidikan di Indonesia,” kata Mendikbud. (Ratih Anbarini/sumber: portal kemdikbud/pengunggah: Erika Hutapea)
No comments:
Post a Comment